
Dulu, banyak orang menganggap peluang sukses sebagai kreator konten atau content creator dan pelaku ekonomi kreatif hanya dapat terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Namun, dalam lima tahun terakhir, perubahan besar telah terjadi. Kota-kota dan daerah kecil kini menjadi rumah baru bagi para kreator muda yang tak hanya berkarya. Tetapi juga mampu menggerakkan roda ekonomi lokal. Fenomena ini menunjukkan bahwa kreativitas tak lagi punya batas geografis.
Lonjakan Jumlah Kreator Lokal
Menurut data terbaru dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Per 2024 jumlah kreator konten di Indonesia mencapai 17 juta orang. Menariknya, sebagian besar pertumbuhan tersebut justru terjadi di luar kota besar. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dalam wawancara bersama Republika menyebut bahwa “pertumbuhan kreator konten lokal dari daerah melonjak signifikan karena akses teknologi dan media sosial yang makin merata.”
Kota-kota seperti Malang, Solo, Lampung, hingga Makassar mulai dikenal sebagai pusat komunitas kreatif. Kreator-kreator seperti Reizuka Ari dari Lampung, yang viral di TikTok sejak awal 2025, menjadi contoh nyata bahwa kreativitas dari daerah dapat menembus pasar nasional bahkan internasional.
Babak Baru Profesi Kreator Konten
Kompas.com dalam artikel bertajuk “Babak Baru Profesi Kreator Konten di Indonesia” yang diunggah pada 1/3/25, menyebutkan bahwa profesi ini tak lagi dipandang sebelah mata. Kini, menjadi kreator konten telah menjadi pilihan karier utama bagi generasi muda. Bahkan menggeser profesi formal konvensional. Situs edukasi Kelassmart.com juga menyebutkan bahwa menjadi kreator konten bukan sekadar tren sesaat Melainkan sebuah peluang jangka panjang yang terus berkembang.
Selain itu, menurut Albasetiawan.com, banyak blogger yang beralih menjadi kreator konten video karena daya jangkau dan engagement yang lebih tinggi. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa kota kecil pun mulai menghasilkan banyak kreator baru yang hadir dengan berbagai kreativitas masing-masing.
Adaptasi Konten Kreator di Era Digital
Mengutip hasil penelitian dalam jurnal Communio oleh Mega Mutia Maeskina dan Dasrun Hidayat (2022). Keberhasilan kreator konten dalam era digital ditentukan oleh tiga hal penting. Mulai dari karakteristik pembuatan konten, pemilihan media, dan adaptasi terhadap budaya digital.
Karakteristik konten berkualitas tinggi mencakup tujuh aspek utama. Yakni kategori konten, ciri khas, tema, hashtag, caption, tampilan visual, talenta, dan kreativitas. Kreator yang mampu meramu semua elemen tersebut cenderung lebih mudah untuk lewat beranda para pengguna platform media sosial.
Dalam hal media, para kreator konten cenderung memilih platform yang sedang populer dan memiliki banyak pengguna aktif. Seperti TikTok, Instagram, dan Snack Video. Platform semacam ini dinilai lebih potensial dalam mempercepat penyebaran konten agar viral.
Selain itu, adaptasi budaya digital menjadi hal yang tidak kalah penting. Kreator konten masa kini tidak hanya dituntut untuk kreatif, tetapi juga bijak secara digital. Mereka membangun hubungan virtual dengan audiens melalui konten yang positif dan interaktif. Termasuk menjawab komentar, live streaming, dan menjaga komunikasi dua arah.
Model adaptasi ini dikenal sebagai IPPAR (Insight, Program Strategic, Program Implementation, Action, and Reputation). Ini menjadi panduan dalam membangun personal branding dan mempertahankan engagement di tengah derasnya arus konten digital.
Baca juga: Kreativitas sebagai Kunci Inovasi di Era Digital
Generasi Z dan Budaya Partisipatif
Dalam jurnal GANDIWA Vol. 3 No. 1 tahun 2023, Yerah Melita menyatakan bahwa prospek kerja sebagai konten kreator sangat menjanjikan di era 5.0, khususnya bagi Generasi Z. Generasi ini menunjukkan kreativitas tinggi, cepat beradaptasi dengan teknologi, dan aktif berpartisipasi dalam budaya media.
Konsep budaya partisipatif ini, menurut Jenkins et al. (2009), mencakup empat bentuk partisipasi. Mulai dari afiliasi, ekspresi, kolaborasi, dan sirkulasi. Gen Z tidak hanya mengonsumsi konten, tetapi juga aktif memproduksi, menyebarluaskan, dan berkolaborasi dalam pengembangan informasi digital.
Melansir dari Katadata.co.id, penyedia platform influencer marketing Famous Allstars atau FAS memperkirakan, nilai pasar industri konten kreator (content creator) di Indonesia bisa mencapai Rp 4 triliun hingga Rp 7 triliun. Nilainya akan meningkat lima kali lipat pada 2027.
Ini menunjukkan bahwa konten kreator bukan sekadar hobi, tetapi profesi yang berpotensi besar dari sisi ekonomi.
Ekonomi Kreatif Menopang Perekonomian Daerah
Sumbangan sektor ekonomi kreatif terhadap PDB nasional pun menunjukkan tren positif. Menurut data dari Badan Pusat Statistik dan Kemenparekraf, pada tahun 2023 kontribusi sektor ini mencapai Rp1.414,77 triliun. Dari angka tersebut, tiga subsektor terbesar adalah kuliner, fashion, dan kriya. Tiga bidang yang banyak dikembangkan oleh pelaku usaha di daerah.
Kementerian Dalam Negeri melalui Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Dr. Restuardy Daud, menyatakan bahwa daerah-daerah kini didorong untuk membentuk Dinas Ekonomi Kreatif tersendiri. Demi mempercepat pengembangan potensi lokal.
Teknologi dan Media Sosial Menjadi Kunci Jembatan Kesuksesan
Peran media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube sangat penting dalam fenomena ini. Berkat algoritma yang demokratis dan tak memandang lokasi, kreator dari kota kecil pun bisa masuk beranda pengguna media sosial dari seluruh Indonesia. Selain itu, akses internet yang semakin meluas hingga ke pelosok juga membuka pintu digitalisasi yang dulu tertutup.
Riset Google dan Temasek dalam laporan e-Conomy SEA 2024 menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat dalam ekonomi digital. Kreator konten dan UMKM digital kini menjadi tulang punggung dari ekosistem ini.
Peluang dan Tantangan yang Menanti
Meskipun tren ini positif, tetap ada tantangan yang harus dihadapi. Infrastruktur digital yang belum merata, kurangnya pelatihan manajemen konten dan bisnis. Hingga minimnya dukungan dari pemerintah daerah menjadi hambatan utama.
Namun demikian, peluangnya sangat besar. Dengan penguatan komunitas kreatif, program pelatihan, dan kolaborasi lintas daerah, para kreator lokal bisa lebih bersinar. Pemerintah pun telah mulai menggalakkan program seperti “Kota Kreatif Indonesia” dan “Beli Kreatif Lokal” untuk mendukung inisiatif ini.
Ledakan kreator lokal dari kota kecil bukanlah tren sesaat. Ini adalah tanda bahwa demokratisasi kreativitas kini sedang berlangsung. Ketika teknologi, budaya, dan semangat lokal bersatu, maka kota kecil pun bisa memberi dampak besar.
Untuk masa depan, kita perlu memastikan bahwa seluruh daerah memiliki akses, dukungan, dan panggung untuk menampilkan kreativitas mereka. Karena dari kota kecil sekalipun, bisa lahir karya-karya yang mengguncang dunia.