
Di kawasan Nitiprayan, Yogyakarta, sebuah studio seni berdiri megah namun tetap menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Eko Nugroho, seniman kontemporer Indonesia yang namanya kian mendunia, menuangkan ide-ide fantastis ke dalam kanvas dan media seni. Bagi Eko, seni melampaui aspek keindahan semata seni adalah ruang untuk mengungkapkan kegelisahan tentang kehidupan dan lingkungan sekitarnya.
Lahir dan besar di Yogyakarta pada 1977, Eko tumbuh dengan latar belakang Budaya Jawa yang kental. Namun juga terpapar urbanisasi dan globalisasi. Eko tumbuh pada era ’80-an dan ’90-an, era tersebut dipengaruhi komik, film, anime Jepang, dan budaya pop global. Sementara nilai-nilai dan filosofi Jawa tetap melekat dalam kesehariannya.
Dari Gang Sempit Yogyakarta ke Galeri Bergengsi Dunia
Eko memulai perjalanan pendidikan formal di SMSR Yogyakarta. Kemudian ia melanjutkan studi perguruan tinggi di Institut Seni Indonesia (ISI), lulus tahun 2002 dengan spesialisasi seni grafis. Melalui komunitas seni alternatif Yogyakarta, khususnya kolektif Daging Tumbuh. Eko mulai dikenal dengan karya-karya yang menggabungkan elemen street art, komik underground, dan motif tradisional Indonesia.
Keberhasilannya mendapatkan residensi di ACME Studios London (2005) menjadi titik balik kariernya secara internasional. Pengakuan global semakin menguat ketika ia diundang berpartisipasi dalam Biennale de Lyon (2009) dan membuat mural permanen di Palais de Tokyo, Paris (2013). Museum-museum ternama di dunia seperti Musée d’Art Moderne de la Ville de Paris, Singapore Art Museum, dan Museum of Contemporary Art Tokyo memamerkan karya-karya luar biasa Eko.
Yang membuat karya Eko menarik perhatian dunia dengan kemampuannya berkomunikasi secara universal melalui bahasa visual yang sangat personal. Ia menyampaikan kritik sosial, politik, dan budaya secara jenaka dan surealis, menciptakan jembatan komunikasi lintas budaya. Indonesia dengan segala kontradiksi dan absurditasnya menjadi sumber inspirasi utamanya.

Medium Tanpa Batas, Dari Kanvas hingga Wayang Kulit
Khalayak mengenal Eko Nugroho sebagai seniman yang berani bereksperimen dengan berbagai medium. Contohnya seperti dari sulaman, patung, kanvas, instalasi, video art, hingga pertunjukan wayang kulit kontemporer yang ia sebut “Wayang Bocor.” Kefasihannya dalam beralih antara berbagai bentuk ekspresi menunjukkan fleksibilitas dan kejernihan visinya sebagai seniman.
Proyek sulaman Eko merupakan salah satu karya yang paling dibicarakan dalam seni rupa kontemporer Indonesia. Bekerja sama dengan para pengrajin sulam di Tasikmalaya, ia mentransformasi gambar-gambar digitalnya menjadi sulaman berwarna-warni yang mendetail untuk menyampaikan pesan-pesan politik dan sosial yang tajam.
Wayang Bocor merupakan bentuk penghormatan terhadap tradisi wayang, sekaligus cara untuk mempertanyakan relevansinya dengan zaman sekarang. Dalam pertunjukannya, Eko menggabungkan teknik wayang kulit tradisional dengan proyeksi digital, musik elektronik, dan tari kontemporer. Sehingga orang bisa merasakan pengalaman multimedia yang menghubungkan masa lalu dan sekarang.
Meski sering berkeliling dunia, karya-karya Eko tetap berakar kuat pada realitas Indonesia. Tema-tema seperti korupsi, intoleransi, ketimpangan sosial, dan kerusakan lingkungan sering muncul dalam karyanya. Ketulusan dalam mengungkap realitas Indonesia justru menjadikan karyanya relevan secara global.
Setelah dua dekade berkarya, Eko kini juga dikenal sebagai mentor bagi seniman-seniman muda Indonesia. Melalui program residensi di studionya dan inisiatif seperti “Eko Nugroho Art Class,” ia membuka akses bagi generasi baru untuk terhubung dengan jaringan seni internasional.
Di usia 48 tahun, Eko masih penuh semangat untuk terus mendorong batas-batas kreativitasnya. Filosofi berkaryanya tetap konsisten: menciptakan karya yang jujur dan otentik. Ia percaya bahwa ketika seniman mampu berbicara dengan suara yang otentik tentang konteks di mana ia hidup, itulah saat karyanya menjadi universal.
baca juga: Red Line, Boneka – Boneka Membingkai Kekerasan Sosial
[…] Baca Juga: Kanvas Eko Nugroho Membingkai Wajah Indonesia di Mata Dunia […]